Rumah Sakit Eropa Terancam Kewalahan Menerima Pasien COVID-19

 

Sistem perawatan kesehatan di Eropa terancam kewalahan menghadapi pandemi COVID-19 jika negara-negara Uni Eropa tidak segera mengambil tindakan, tegas Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen pada hari Kamis (29/19).

Hal ini disampaikan von der Leyen kepada para pemimpin Uni Eropa melalui konferensi video untuk membahas perkembangan pengujian COVID-19, strategi vaksinasi, serta meningkatkan koordinasi dalam memerangi lonjakan jumlah infeksi di seluruh benua.

Von der Leyen mengatakan bahwa Uni Eropa telah menyediakan anggaran € 220 juta (Rp 3,52 triliun) untuk segera memindahkan pasien COVID-19 melintasi perbatasan untuk perawatan di negara anggota lainnya.

Ia mengatakan sedang mengintensifkan upaya untuk mendapatkan vaksin potensial. Uni Eropa sekarang sedang dalam pembicaraan dengan empat perusahaan untuk mendapatkan vaksin COVID-19, dan telah menandatangani kesepakatan pasokan dengan tiga lainnya, termasuk AstraZeneca, Sanofi dan Johnson & Johnson.

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 1,3 juta kasus virus korona baru dikonfirmasi di Eropa sepanjang minggu lalu, dan banyak rumah sakit di sana mulai kewalahan menerima pasien COVID-19.

TRENDING:  5 Buah Yang Cocok Di Masa Pandemi

Ketika Jerman, Prancis, Italia, dan Spanyol menerapkan lockdown parsial, 27 pemimpin Uni Eropa merasa perlu untuk mengadakan pembicaraan mendesak. “Saya mengerti betapa lelah dan khawatirnya setiap orang, tetapi sekaranglah waktunya untuk bersabar, tekad, dan disiplin bagi kita semua,” kata von der Leyen.

Koordinasi yang lebih baik

Seruan untuk koordinasi yang lebih baik antara negara-negara anggota semakin kencang. Para pemimpin ingin menghindari adanya perpecahan yang membayangi blok ketika pandemi pertama kali muncul, di mana mereka saling bersaing untuk mendapatkan pasokan peralatan medis yang seketika langka di pasaran.
Strategi pengujian dan penelusuran yang kuat telah menjadi prioritas sejak krisis dimulai tetapi sejauh ini “di tingkat Eropa, rencana tindakan ini belum mencapai hasil yang diinginkan”, Presiden Dewan Eropa Charles Michel, mengatakan di awal pertemuan.
Von der Leyen setuju bahwa perlu ada “pengujian besar-besaran” dan mengatakan bahwa sistem perawatan kesehatan Eropa berisiko kewalahan “jika kita tidak bertindak segera.”
Von der Leyen, yang adalah seorang ahli epidemiologi sebelum akhirnya terjun ke dunia politik, menyerukan negara-negara Eropa untuk mengumpulkan data virus corona karena “penggunaan uang yang baik membutuhkan informasi yang baik sebagai gantinya.”
Ia juga memperingatkan bahwa negara-negara Eropa bertindak terlalu cepat untuk mencabut kebijakan lockdown setelah gelombang pertama infeksi awal tahun ini.

Perbatasan tetap dibuka

Melalui juru bicaranya, Kanselir Jerman Angela Merkel meminta sesama anggota blok untuk tetap membuka perbatasan. “Pendekatan terkoordinasi Eropa sangat penting dalam memerangi pandemi.”
Harus ada “siklus ekonomi yang bekerja” dan Uni Eropa harus mengoordinasikan upayanya untuk memerangi pandemi, katanya.
Senada dengan Merkel, von der Leyen mengatakan penutupan perbatasan hanya akan merugikan ekonomi Uni Eropa. “Saya pikir kita semua telah memetik pelajaran,” kata von der Leyen. “Hanya butuh sedikit waktu untuk memahami bahwa ini menghambat pasar tunggal, arus barang. Itu tidak menghentikan penyebaran virus.”
Namun, dia mengatakan warga Uni Eropa harus membatasi perjalanan untuk saat ini.
Presiden Dewan Eropa Charles Michel mengatakan bahwa pengujian cepat adalah kunci untuk menjaga perbatasan tetap terbuka.